Industry Report

Industri Gula di Indonesia 2023

Industri gula memiliki posisi penting mengingat perannya yang besar sebagai pemasok bahan baku untuk industri makanan dan minuman. Namun demikian perkembangan industri gula di dalam negeri masih stagnan dalam satu dekade terakhir. Hingga kini industri gula nasional masih menghadapi kendala yaitu masalah on farm seperti produktivitas yang rendah dan masalah off farm seperti tingkat rendemen yang rendah. Akibatnya produksi gula belum mampu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan belum dapat bersaing dengan impor.

Secara umum perkembangan produksi Gula Kristal Putih yaitu gula untuk kebutuhan rumah tangga dari 62 pabrik gula berbasis tebu belum maksimal tercatat 2,17 juta ton pada 2018 dan meningkat menjadi 2,40 juta ton pada 2022. Sedangkan konsumsi gula terus tumbuh melaju seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan tumbuhnya sektor industri. Konsumsi tersebut dipenuhi dari pasokan produksi dalam negeri dan impor. Konsumsi Gula Kristal Putih sebesar 3,21 juta ton pada 2022 naik dibandingkan dengan 3,11 juta ton pada 2018.

Sementara itu, pada 2022 lalu izin kuota impor gula industri sekitar 2,8 juta ton turun dibandingkan tahun 202 sebanyak 3,1 juta ton. Kuota impor dipotong karena masih ada stok gula impor di gudang-gudang industri. Saat ini terjadi kesenjangan antara permintaan dan penawaran berdasarkan data melalui impor. Terutama untuk raw sugar atau Gula Kristal Mentah, diantaranya untuk memenuhi kebutuhan industri makanan dan minuman. Berbeda dengan pabrik gula berbasis tebu, maka gula mentah yang diimpor diproses menjadi gula rafinasi untuk konsumsi industri makanan dan minuman oleh 11 produsesn gula rafinasi dengan total kapasitas produksi sekitar 5,02 juta ton per tahun.

Untuk meningkatkan produksi gula berbasis tebu dan mengurangi impor, terdapat beberapa hal yang menjadi fokus pemerintah yaitu revitalisasi pabrik gula BUMN di Jawa melalui modernisasi pabrik gula dan diversifikasi produk diikuti kerjasama antara BUMN dan swasta melalui strategic partner, peningkatan produktivitas tebu petani melalui ketepatan waktu dan jumlah dalam penyediaan kredit, benih, pupuk dan diikuti penerapan mekanisasi serta penyempurnaan instrumen kelembagaan dan mekanisme pembinaan, penyediaan lahan untuk pabrik gula baru di luar Jawa minimal 350 ribu hektar dan penerbitan kebijakan terintegrasi, melalui peraturan/instruksi presiden. Pemerintah mentargetkan swasembada Gula Kristal Putih pada 2024 dengan menyiapkan dua strategi untuk merealisasikannya. Hal ini berdasarkan sejumlah parameter yaitu membaiknya kinerja lahan tebu, bertambahnya luas lahan tebu , serta meningkatnya produksi Gula Kristal Putih.


Odoo image and text block

Kapasitas Produksi Pabrik Gula

Sebagian besar pabrik gula (PG) di Indonesia ber-status BUMN. Selain karena mesin dan peralatan pabrik yang sudah tua, PG harus menghadapi mutu tebu rendah dan pasok tebu harian yang berkurang. Sehingga sebagian besar pabrik PG yang beroperasi tidak efisien baik secara teknis maupun ekonomis, sebagian besar PG ini perlu direvitalisasi terutama untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Dari catatan Kementerian Perindustrian, berdasarkan kelompok umur, sebagian besar pabrik gula tebu, berumur 100-184 tahun yang mencapai 37 pabrik (59,6%). Diikuti PG berumur 50-99 terdapat tiga pabrik (4,8%), umur 25-49 terdapat 14 pabrik (22,6%) dan kurang dari 25 tahun terdapat 8 pabrik (8,1%). 

Pabrik gula yang dikelola oleh BUMN pada umumnya berkapasitas kecil, peralatan tua, jumlah karyawan banyak dan beroperasi hanya 150 hari setahun. Sehingga produksi gula yang dihasilkan belum mampu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri.  Jika dibandingkan dengan negara lainnya, kapasitas pabrik gula di Indonesia masih relatif kecil. Sebagai gambaran, Thailand memiliki 51 pabrik gula dengan total kapasitas giling 940 ribu TCD rata-rata 18.431 TCD per pabrik, diikuti Australia yang mengoperasikan 24 pabrik gula dengan total kapasitas giling 480 ribu TCD atau rata-rata 25.000 TCD per pabrik, dan India 684 pabrik dengan total kapasitas giling 3,42 juta TCD dengan rata-rata kapasitas 5.000 TCD per pabrik.

Untuk meningkatkan kapasitas produksi, selain membangun pabrik, juga diperlukan perluasan lahan tanaman tebu.

Perkembangan Produksi Gula

Perkembangan produksi gula nasional dari tahun 2018 sampai 2022 cenderung  mengalami fluktuasi dengan pertumbuhan rata-rata 2,89% per tahun. Pada tahun 2019 produksi gula sebesar 2,22 juta ton meningkat sebesar 56 ribu ton (2,58%) dibandingkan tahun 2018. Sedangkan pada tahun 2020 produksi gula sebesar 2,13 juta ton menurun sebesar 96,32 ribu ton (4,33 persen) dibandingkan tahun 2019. Sementara itu, pada tahun 2021 produksi gula sebesar 2,49 juta ton meningkat sebesar 360,35 ribu ton (16,91 persen) dibandingkan tahun 2020. Kemudian pada tahun 2022 kembali mengalami penurunan sebesar 85,17 ribu ton (3,42 %) menjadi 2,40 ton.

Peningkatan produksi gula sejak 2019 didukung adanya penambahan pabrik gula baru di beberapa wilayah seperti di Sulawesi Utara, OKU Timur, Dompu, dan Makassar yang menambah produksi gula. Meningkatnya produksi gula 2021 dibandingkan dengan tahun 2020 sejalan dengan naiknya produktivitas dan meningkatnya rendeman tebu. Selain itu, penambahan luas areal perkebunan tebu juga telah mendorong peningkatan produksi tebu dan produksi hablur-nya. Di sisi lain, pengembangan areal tanam tebu, terutama di Jawa semakin terbatas dan harus bersaing dengan tanaman lain, khususnya padi dan palawija.

Untuk meningkatkan produksi gula nasional, pemerintah telah memperluas areal kebut tebu sejak 2019. Perluasan itu dilakukan di 10 provinsi sebagai basis perkebunan tebu dan sebagai lokasi pabrik baru antara lain di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Papua, Maluku, Lampung, Sumatra Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Nangroe Aceh Darussalam.

Odoo text and image block
Odoo image and text block

Revitalisasi Pabrik Gula BUMN

PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) (RNI) melakukan revitalisasi pabrik gula dan perluasan areal perkebunan tebu sejak 2021. Saat ini ada 5 pabrik gula RNI yang beroperasi di Malang, Madiun, Sidoarjo serta Cirebon, dan mnegaktifkan kembali 2 pabrik gula RNI di Majalengka dan Subang. Selain off farm, RNI Juga memperkuat on farm dengan melakukan penambahan lahan tebu seluas 20.00 ha bekerjasama dengan Perum Perhutani.

Selain itu, RNI juga memprioritaskan pemberdayaan dan penyerapan gula milik petani tebu rakyat. Ketiga anak perusahaan di bawah RNI telah menyerap tebu petani rakyat yang telah menjadi mitra RNI Group sekitar 4 ribu petani dan menghasilkan 3,3 juta ton bahan baku tebu.

Perkembangan Industri Gula Rafinasi

Industri gula rafinasi di Indonesia dimulai tahun 2002 dengan beroperasinya PT Angels Products dan PT Jawamanis Rafinasi. Dengan semakin berkembangnya industri pangan dan minuman kemasan, produsen gula rafinasi bertambah menjadi 11 perusahaan dengan total produksi per tahun 3,57 juta ton. Berbeda dengan pabrik gula yang menggunakan bahan baku tebu, maka industri gula rafinasi memakai bahan baku gula kasar (raw sugar) yang sepenuhnya masih tergantung impor. Pabrik gula rafinasi yang ada saat ini hnaya didesai untuk memproduksi Gula Kristal Rafinasi dari raw sugar yang merupakan bahan baku industri makanan minuman farmasi, agar nilai tambahnya ada di dalam negeri. 

Odoo text and image block

Akses seluruh laporan industri di sini